Tuesday, October 21, 2014


Asalamualaikum ...

Nama ku Ana sejujurnya, sangat sulit bagiku menceriktakan kisah hidupku ini. Namun, aku merasakan banyak manfaat yang kalian petik, inya Allah...

Aku hanya ingin menceritakan lika-liku perjalanan ku, keimanan ku, semoga  setelah mendengarkannya kalian tidak salah kaprah terhadap organisasi islam dissekitar kalian...

Aku terlahir dari keluarga yang mempunyai latar belakang agama yg baik. Ayahku seorang pegawai yg sukses dalam karirnya diusia muda, di usia mudanya ia telah mencapai pangkat yang tinnggi ditempat ia bekerja. Ayahku juga seorang dai, kadang ia juga dipanggil ustad karena kebiasaanya mengisi ceramah dan khotbah dimana2. Sementara Ibu ku hanya seorang Ibu rumah tangga biasa yg melimpahkan kasih sayangnya pada kami anak2nya. Hidupku begitu sempurna seakan kebahagian hanya ada dalam keluarga kami. Dari sisi materi dan pendidikan aku dan Kakak ku tidak pernah kekurangan,  walau begitu ayah dan ibu kami selalu mengajarkan sederhana dan dari segi ruhiyah kasih sayang begitu melimpah dari mereka, pendidikan agama pun begitu tercukupi. Allah melimpahkan Rahmatnya dalam keluargaku...

Namun, ketika Ayah meninggal dunia meninggalkan kami yang masih dalam masa mencari jati diri, ada sedikit perubahan dalam hidup kami yg dulunya Ayah tempat menanyakan segala sesuatu telah tiada. Kondisi ekonomi pun mulai goyang tetapi ternyata Allah tidak pernah meninggalkan kami, kembali Ia tetap menjaga kami agar tetap terjaga dalam kehidupan yg Ia Ridhoi. Iya kakak ku mulai mengenal islam lebih dalam dengan mengikuti kegiatan islami disekolah dan dikampusnya. Mereka mulai sedikit demi sedikit merubah tampilannya, jilbabnya makin lebar, dan mulai sibuk dengan kegiatan yg mereka sebut dengan Tarbiyah. Waktu itu aku masih kecil jadi belum mengerti dan tidak begitu ambil pusing...

Namun, ketika aku masuk SMA awalnya aku adalah gadis yg tomboy dan cuek, namun berkat kegigihan seorang seniorku ia selalu mengajaku mengikuti ta’lim dan kajian2 di skolah. Hingga akhirnya pun aku bergabung dg kelompok mereka, kelompok  yg bermakna Salaf. Sungguh saat itu Ghiroh ku untuk mengenal Islam begitu besar, semua majelis ilmu ku datangi. SMA ku dulu yg begitu ketat terhadap Organisasi2 Islam, bahkan melarang seluruh siswanya membentuk Organisasi disekolah. Namun bagiku itu lah tantangannya, dan berkat Rahmat Alloh atas izinnya, aku dan beberapa teman Akhwat dan Ikhwan berhasil mendirikan ROHIS atau Rohani Islam di dalam sekolah dengan aku sebagai ketua keputriannya dan dalam sekejap ROHIS mempunyai peminat yang begitu banyak, bahkan guru2 pun mulai mendukung kami dan cinta kepada jalan dakwah semakin besar...

Beberapa tahun kemudian aku tamat dan mulai kuliah. Alhamdulillah Allah selalu menjagaku, di dunia kampus yg begitu sibuk, kembali Allah mempertemukan aku dengan Akhwat2 Se-Manhaj. Aku pun kembali bergabung dg mereka, sungguh dakwah telah menjadikan pilihan  hidupku sejak saat itu, kembali dalam lembaga dakwah kampusku, akupun kembali dalam tugas2 berdakwah, menjalankan amanah2 ku, bahkan tidak sedikit kegiatan2 besar ku ketuai, dan atas izin Alloh kemudian Ia menempatku posisi puncak di Lembaga Dakwah Kampusku sebagai seorang ketua, Alhamdulillah...

Namun, ternyata Allah Maha Besar. Keimanan manusia ada kalanya turun. Aku bukan manusia yg sempurna. Aku sampai pada kondisi jenuh, lelah.  Aku dihadapkan pada sebuah kondisi dimana amanah dakwah yg semakin menumpuk dan memerlukan perhatian besar dari ku. Di sisi lain tugasku yg semakin menggila, lebih2 orang tua yg menuntutku segera menyelesaikan kuliah. Aku sampai pada titik lelah yg ter amat sangat. Aku bosan dengan semua rutinitasku,walau begitu aku tetap menjalaninya meski tak se Ghiroh yg dulu, namun semua amanahku ku selesaikan dg baik, setidaknya menurutku...

Jujur, waktu itu aku bingung sekali. Kesibukan ku di kampus dan Forum. Terlebih tugas yg menumpuk, aku kuliah di fakultas tersibuk yg luarbiasa membuatku tidak punya waktu dirumah. Amanah di rumah tidak mampu ku selesaikan. Semua terbengkalai sehingga Ibu dan kakak ku jengkel melihatku yg sama sekali tidak ada waktu lagi di rumah. Bahkan aku jarang pulang karna lebih banyak menghabiskan waktu di sekertariat forum...

Hingga sampai akhir pada kepengurusanku LPJ mulai diadakan, namun ada hal dalam LPJ yg membuat hatiku sangat sakit. Ia, selama LPJ aku merasa tidak satu pun kepengurusanku yg kulakukan dg benar. Ada saja keritik pedas dari pembina dan bawahan2 ku. Bahkan tidak sedikit yg menganggap kepengurusanku paling kacau dari semua forum. Ya Allah benarkan semua amanah ku telah ku telantarkan? Benarkah bawahanku tidak ada yg ku perhatikan? Sungguhkah pengorbananku selama ini yg telah kuanggap telah sampai puncak usahaku tidak sedikit pun berarti di hadapan mereka? Lalu apa gunanya semua yg kulakukan jika ternya hasil hanya rasa terzolimi dari bawahan2 ku karena merasa kepemimpinanku yg tidak becus? Lalu apa gunanya ku korbankan kuliah yg ku tunda selesainya karena harus menunggu amanah ku Forum. Namun saat itu semua ku terima dengan hati yg lapang, bagiku apapun yg kulakukan bukan mengharap pujian sama sekali dari manusia yg kuinginkan adalah Ridho dari Allh ta’ala. Bukankah Allah tidak melihat hasil namun yg dilihat adalah proses dan usahaku selama ini...

Namun, sakit hati pada Akhwat yg sedang berusaha ku tepis kembali ku rasakan, mereka lagi2 menyakitiku dengan kalimat2 kasar yg bagi mereka mungkin adalah tegas, tetapi tidak bagiku. Membuat aturan2 agar semua perhatianku tercurah pada forum dengan Alasan inilah jalan dakwah yg jalanya terjal dan penuh berliku. Ku akui itu benar, namun mudah baginya mengatakan. Jika kalian jauh dari orang tua sedangkan aku tidak sama. Birulwalidain kutetap harus ku jalankan pada Ibuku yg merupakan orangtua ku satu2 nya, yg saat ini telah renta dan sakit2 tan. Aku harus membantu pekerjaannya menjaganya karena sakit, semua hal yg tidak mampu mereka mengerti. Betapa sulitnya aku meminta izin untuk tak menghadiri rapat untuk menjaga ibuku yg sedang sakit atau aku harus menggantiakan Ibuku ke pasar, sehingga aku terlambat kepasar. Namun ketika aku katakan alasanku sama sekali tidak ada wajah simpati atau mendoakan Ibuku, yg kudapatkan adalah wajah kesal karena keterlambatanku dan yg paling menyedihkan hatiku saat itu ketika Ibuku sakit, sakit rematiknya membuat Ibuku tidak mampu bergerak, aku sama sekali tidak bisa meninggalkannya karena harus dibopong keman2 sehingga amanah ku hari itu tidak dapat ku jalankan, akhirnya aku menghubungi beberapa Akwat untuk menggantikan ku.

Tetapi apa yg aku dapat, tidak ada satu pun yg mau menggantikanku hatiku hancur kala itu. Dimana Ukhuwah yg engkau gembar-gemborkan? Dan aku mulai ragu dg jalan yg ku ambil. Benarkah forum yg ku perjuangkan selama ini? Adakah dalam ajaran Rasul yg mereka lakulan itu? Sungguhkah amanah dan aturan membuat mereka jadi sekaku itu? Benarkah jalanku selama ini? Aku sangat kecewa aku terluka hingga ku putuskan keluar dari jalan dakwah ini, kutolak semua amanah yg diberikan kepada ku, kuhindari semua pertemuan dg akhwat dan tidak perduli apapun yg mereka katakan pada ku. Aku hanya ingin menjadi anak yg tidak durhaka pada orangtua ku, ku curahkan semua perhatian pada keluargaku yang selama ini telah ku abaikan. Dan betapa bahagianya ibuku ketika ia melihat aku menghabiskan waktu bersama ibuku, dan ibuku Alhamdulillah semakin sehat wajahnya kembali bersemangat dan aku pun mulai fokus pada kuliahku hingga dalam waktu singkat dapat ku selesaikan dan mencapai gelar Sarjanah...

Namun, tetap ada yg hilang dalam hidupku. Namun, juga hatiku menolak dg sangat untuk kembali, trauma dg semua perlakuan mereka pada ku. Aku takut dg alasan dan aturan yg mereka buat. Yang membuatku seakan serasa tercekik dan tidak ada kehidupan dengan keluargaku bahkan aku sampai pada rasa trauma dan untuk bertemu dg akhwat yg berpapasan ataumelihat mereka dari jauh. Aku sangat takut dan ingin sekali lari dan ku putuskan untuk betul2 lari dari mereka...

Aku melanjutkan pendidikan ku ke pulau Jawa. Di sini ditempat yg baru ini kurasakan kebebasan yg sangat, aku kini bebas dari semuanya bebas dari segala aturan yg semua mencekik, bebas dari aturan dan tatapan sinis mereka karena sedikit saja kesalahanku, bebas dari amanah2 yg membelitku dan ku berjanji pada diriku sendiri untuk lebih fokus pada kuliahku pada semua tugas2 kampusku target predikat terbaik yg harus aku emban, dan benar saja semua kuliah dg mudah ku ikuti. Pelajaran yg bagi sebagian temanku sulit dapat ku selesaikan dengan mudah sehingga tidak jarang mereka berkumpul di dalam kost ku untuk meminta kuajarkan kembali pada mereka. Alhamdulillah aku senang sekali, mata kuliah yg hampir 80% mahasiswanya tak lulus dapat dengan mudahku lalui, namun ternyata ada yg hilang dalam diriku, selalu ada yg kurang yg aku rasakan. Tiap kali aku terbangun dipagi hari aku merasa mendapati diriku bukan diriku seutuhnya ada sesuatu yg kosong dan hampa dibalik semua prestasi yg aku dapatkan. Sikap dan pergaulanku kadang tidak terkontrol bercandaan dengan lawan jenis. Walau tetap ada jarang yg kupasang karena masih merekat erat diotaku konsep pergaulan dalam Islam tetapi tetap saja banyak batasan yg telah dilanggar, semua terjadi dg sendirinya. Karna tak ada lagi akhwat yg menegurku, tidak ada lagi mereka yg dapat menjagaku.

Aku merindukan sosok2 itu. Sangat rindu. Saudari2 ku yg ada di sana. Rindu pada semua kesibukan kami ketika mengerjakan semua amanah2 dakwah, walau kadang begitu lelah yg kami rasa, tiap tetes keringat yg dulu keluar bagaikan sebutir berlian di akhirat kelak, walau dengan kantuk yg amat sangat, memaksakan mata terbuka ketika harus mabit dan musyawarah hingga dini hari namun semua kulalui dg semangat yg begitu berbeda ada tujuan yg begitu besar disana dan Ghiroh itu yg begitu kurindukan namun saat ini tidak lagi kurasakan.

Aku rindu dalam lingkaran majelis zikir itu dalam naungan para Malaikat. Walau panas membakar.

Namun, disini. Dihati begitu sejuk mendengarkan untaian kalimat suci yang membakar semangat ibadah kami. Aku sangat merindukan itu semua. Pada suara lembut Murabbiyah ku, pada kalimat2 teduh ustd2 ku, pada salaman hangat dan pelukan cinta saudari2 ku, aku rindu dan ku putuskan mencari tempat tarbiyahku disini dipulau jawa ini dan Alhamdulillah aku menemukannya kembali walau harus memulainya dari awal tetapi tidak mengapa.

Kembali kurasakan indahnya majelis2 itu lagi. Namun, itupun tak dapat ku jalani dengan baik karena jadwal yg selalu bertabrakan dg jadwal kuliahku. Berada ditengah akwat2 baru serasa ku begitu terasing namun tetap saja keramahan mereka tetap sama, bahkan mereka terkenal jauh lebih lembut, mungkin suku mereka yg terkenal berperangai lembut. Namun, entah tetap jasa, rasa rinduku terhadap akhwat2 yg dulu belum terobati terlebih selama kepergianku. Kepergianku ke jawa. Tak satupun mereka yg menghubungi ku termasuk Murabbiyah ku termasuk pembinaku di forum. Tak satu pun yg menanyakan kabarku padahal hati ini merindukan mereka akupun malu untuk menyapa mereka terlebih dahulu, mengingat aku yg tiba2 menghilang dari mereka. Aku malu karena aku tau yg salah dan aku pikir mereka sedang marah pada ku aku takut, namun juga aku sangat rindu.

Akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku kurang dari 1 tahun dan alhamdulillah tagetku lulus dengan predikat terbaik dapat terwujud. Aku mendapatkan nilai yg sangat memuaskan. Segala puji bagi Allah yg memudahkan jalanku dan ini pula waktuku kembali. Ya, kembali pada bahagian yg aku lari darinya dan aku harus siap untuk menghadapinya kembali. Aku pulang, namun diluar dugaanku awalnya aku menyangka mereka merasakan rindu padaku seperti yg aku rasakan. Ku fikir mereka akan segera menemui ku atau paling tidak menemuiku ketika aku tahu kembali. Namun ternyata tidak, tidak ada yg menemui ku kecuali akhwat2 yg memang merupakan sahabat dekatku. Hal ini membuatku enggan untuk kembali berkumpul dg mereka. Entah ada rasa sedih tiap kali melihat mereka, bahkan aku takut untuk menyapa mereka, aku takut mereka memperlakukan aku dg dingin, terlebih akhwat 2 yg mengenalku di forum dan pembina2 ku. Apa kata mereka bila bertemu dg ku. Akankah mereka marah padaku? Atau menyindirku dengan kalimat yg pedas? Karena amanah2 yg telah ku terlantarkan dulu. Dan aku tetap saja menghindari mereka. Bahkan aku tidak berani mengikuti tarbiyah lagi. Aku tidak mau kecewa untuk yg ke sekian kalinya lagi.

Namun, Allah tetap selalu menjaga aku. Tetap menjaga hatiku dalam din ini. Rasa rindu pada tarbiyah tak dapat lagi ku bendung. Kadang aku menangis sendiri di kamar. Melihat diriku ini dengan busana yg syar’i namun ternyata ilmu ku begitu dangkal. Akankah iman ku mampu bertahan? Bila ku tak segera mengangkat diriku dalam majelis lingkaran itu? Aku tahu syetan begitu pandai mnjerumuskanku. Begitu halus bisikannya. Begitu menusuk ke dalam relung hatiku. Dan mengadu domba ku dengan saudara-saudariku. Ku muhasabah semua yg telah ku lewati. Dalam linangan air mata yang tiada terbendung. Sungguh tidak ada yg salah dengan saudariku. Aku tahu aku yg begitu lemah. Yg seharusnya mampu bijaksana dalam semua ini. Karena betapapun mereka menyakitiku. Aku sangat yakin, tidak sedikitpun dari mereka yg ingin menjerumuskan aku. Namun syetan terlalu pandai menjerumuskan diriku. Dalam jurang prasangka. Sungguh aku sangat merindukan kalian. Dan aku meminta maaf pada kalian. Terhadap segala prasangka, amarah, dan kekecewaan yg tidak pantas ku lakukan. Aku menyadari bahwa kalian bukanlah Malaikat yg suci. Kalian manusia yg tetap saja mempunyai kesalahan. Begitu pula dengan diriku. Dan satu hal yg kuyakin dari kalian. Hati ini, hati ku, hati kita telah Allah ikat dalalam ikatan yg begitu indah, begitu erat yaitu persaudaraan dalam islam. Saudariku aku akan kembali. Berjuang bersama kalian. Mengukir nama-nama kita dalam barisan penegak din. Tanpa prasangka, tanpa dendam, hanya cinta kepada Allah dan mengharapkan Ridha Allah.

Alhamdulillah hari ini aku seutuhnya telah kembali dalam barisan dakwah ini. Sungguh nikmat yg mana lagi yg lebih indah dari pada nikmat iman dan islam. Dan ikatan apalagi selai ikatan yg di ikat oleh Allah yaitu mencintai karnanya. Dan kembali ku temukan diriku yg utuh dalam lingkaran majelis Zikir yg diliputi para Malaikat. Dengan semangat seperti dulu.

 Allahuakbar... labaikallah... untuk saudari2 ku yg telah memilih jauh dari kami. Akupun pernah kecewa. Akupun pernah kecewa seperti kalian. Tapi ketauhilah kita hanya manusia. Lapangkan hatimu. Tangan2 kami tetap terbentang menyambut kalian. Bagaimanapun rupa kalian saat ini kami juga rindu, sungguh semua amarah adalah tipu daya syetan. Kembali lah... kembali pada kami. Kami tetap disini menunggu mu. Tidak akan ada yg berubah...

Penulis hanya ingin memberikan sebuh pemahaman bahwa manusiawi jika ada keluhan, kelelahan, kejenuhan menyapa hati yang pasang surut. Tetapi ketahui fitrah kita. Keluhan dan kejenuhan tak akan betah jika kita tak berlama-lama membiarkannya dihati kita. Kadang jawabanya adalah diri kita. Saat diri malas. Saat kebeningan hati tergilas.

Tetapi ketahui lah fitrah kita tidak ingin berlama-lama dalam keterpurukan. Benamkan hati dalam majelis lingkaran itu lagi. Apa yang membuatmu lelah. Jika desah hatimu saja didengar oleh Allah. apa yang membuatmu putus asa karena masalah. Jika putus asa adalah tangga kenaikan marhalah...

semoga dapat menjadi nutrisi jiwa yang basah karena Cinta-Nya...

disadur dari Nurani

ditulis oleh: Andi Wirman Moeslem (Anggota Humas Rois Feb Unila)

0 comments:

Post a Comment

Ingat waktu

Categories

Comments

Pages

Selamat Anda Pengunjung ke

Popular Posts

Hikmah Bersaudara

facebook